Ibuku Diperalat Dukun Cabul
by: Kutang_Ibu
Cerita ini bermula pada saat ayahku pulang dari luar pulau. Ayah menang rutin pulang dan jangka waktu pulangnya antara 2 sampai 3 bulan. Namun
entah kenapa baru 1 bulan ayah kembali pulang lagi. Ayah bercerita bahwa ia memang sengaja pulang karena ada alasan tertentu.
Selama 1 bulan ayah berangkat ini, memang aku tau dari ibu, ayah beberapa kali jatuh sakit disana dan karena harus beberapa kali luhur
jadinya penjualan dagangan ayah menjadi merosot. Tapi ayah merasa bahwa hal itu bukan sebuah kebetulan.
Ayah merasa bahwa ada orang yang suka dengannya sehingga sengaja membuat ayah sakit supaya ayah jarang berangkat kerja dan dagangannya
menjadi semakin sedikit yang terjual.
Asumsi ayah juga tak berdasar, menurutnya karena selama bertahun-tahun menjadi pedagang pakaian, barang jualan ayah selalu laku keras.
Bagi ayah mungkin saja ada yang iri dengan hal itu sehingga membuat orang itu berlaku curang padanya karena ayah juga sangat percaya dengan hal-hal semacam itu.
Dijelaskan alasan itu, ibu juga terlihat percaya dan menjadi khawatir. Sementara aku yang memang seorang anak yang tak terlalu dengan percaya hal seperti itu
menganggap bahwa sebenarnya itu hanya pikiran dan asumsi ayah saja.
Namun aku mau bilang seperti itu pun tak berani jadinya aku diam saja.
Jika aku bilang mungkin saja ayah bakal bilang, “kamu ini tau apa?”.
Apa yang ayah percayai itu rasanya semakin dipercaya ketika ayah pulang, ayah biasa saja. Tak merasa sakit ataupun hal lainnya saat ia sedang di tempat kerjanya.
Hingga hal itu membuat ayah berniat untuk pergi ke tempat “orang pintar” dengan ibu sebagai istri akan ikut menemaninya.
“nanti ibu jadi temenin ayah, Bu?”, tanyaku saat paginya sebelum berangkat sekolah.
“Jadi, siangan berangkatnya. Kenapa?”
“ya gapapa. Tapi emang benar ada yang kaya gitu sama ayah?”
“ibu sama ayah jug ga tau, makanya nanti coba nanya ke yang tau”
Pagi ini ibu menggunakan daster dengan lengan sampai siku. Meski umurnya sudah 37 tahun tapi ibuku terlihat awet muda.
Bukannya aku melebih-lebihkan tapi menang begitu adanya. Wajahnya terlihat segar dengan kecantikannya. Tubuh ibu juga masih sangat bagus.
Apalagi susu dan pantatnya yang terlihat menonjol membuat ibuku makin terlihat menarik. Aku bisa tau tubuh ibu karena aku pernah tak sengaja melihat ibu habis mandi
dan mau ganti pakaian. Saat itu ibu lupa menutup rapat pintu kamarnya jadi saat ibu melepas handuknya, aku bisa melihat secara penuh lekuk tubuhnya yang jujur saja
membuatku saat itu langsung melotot kaget dengan dada berdegup serta penisku menjadi mengeras. Daster yang ibu pakai berbahan tipis layaknya daster pada umumnya
sehingga sekarang aku juga bisa melihat secara samar bentuk tubuhnya.
Dadanya yang membusung dan saat ibu sedikit meninghing aku bisa melihat bentuk celana dalamnya yang sedikit tercetak dibalik kain dasternya itu.
Ibu memakai jilbab juga jadi aura seksinya bercampur dengan aura keibuannya membuat aku yang melihatnya hanya bisa mencoba menelan ludah.
“kalo kamu pulang sekolah, nanti kuncinya ayah sama ibu simpen di pot samping rumah ya”, ucap ayah.
“nanti sebelum berangkat ibu udah masakin juga”, ucap ibu.
“Iya Bu, yah”
Setelah sarapan aku berangkat sekolah dan pada saat siangnya ketika aku pulang, aku mendapati rumah yang kosong dan terkunci. Artinya memang ayah dan ibu
sudah berangkat ke tempat orang pintar itu. Seperti anak pada umumnya ketika rumah sepi, ini membuatku merasa bebas.
Di dalam rumah aku bisa menikmati rokok dengan leluasa. Mau di ruang tamu, ruang tengah tak masalah.
Meski aku sudah kelas 3 tapi ayah masih melarang keras aku untuk merokok. Bahkan jika aku sudah lulus pun masih belum boleh merokok. Baru boleh ketika aku sudah bisa
mencari uang sendiri. Jadi saat bisa leluasa merokok dirumah.
“anjir, bebas banget rasanya”.
Walau awalnya senang dan bebas tapi perlahan aku merasa jenuh juga karena sampai sore harinya kegiatanku cuman itu-itu saja. Ibu dan ayah juga belum pulang.
Akhirnya aku putuskan untuk mandi dan pergi keluar rumah untuk main karena kebetulan juga temanku mengajakku keluar lewat chat.
Meski terlihat tegas atau ketat, namun ayah sebenarnya biasa saja. Aku pergi main sampai malam pun tak masalah. Namun aku juga lapar dan uangku sudah habis, aku
memutuskan untuk balik kerumah saat jam di hp baru terlihat pukul 19.25.
“lah..”
aku bingung dan agak heran ketika sampai rumah, semua lalu di rumah masih belum dinyalakan yang artinya ayah dan ibu belum kembali. Benar saja, saat aku masuk
rumah sangat gelap dan memang tak ada siapapun. Aku nyalakan lampu, mandi dan makan hingga jam 20.18 barulah aku dengar suara motor dan gerang dibuka.
Kedua orang tuaku baru pulang.
“Kok sampe jam segini Bu, yah?”, ketika mereka masuk.
“tadi ada orang lain jadi harus nunggu”, balas ayah.
“kamu udah makan?”, tanya ibu tapi entah kenapa aku lihat ibu agak lesu.
“udah tadi”
Ibu dan ayah pergi ke kamar dengan mereka diam dan aku juga tak memikirkan jadi aku kembali fokus pada tv serta hpku sampai aku tak lam memutuskan untuk
masuk ke kamar saja karena udara mulai dingin. Di dalam kamar aku jadi kepikiran dan penasaran juga.
Kepikiran sikap ayah dan ibu yang agak beda. Ya mungkin karena capek juga karena mereka pergi siang tapi pulang sampai malam. Aku penasaran saja dengan
apa hasilnya. Apa yang dikatakan oleh.
“orang pintar” itu.
Aku coba keluar kamar untuk menanyakan tapi saat aku keluar lampu sudah dimatikan namun aku lihat dari sela pintu bawah kamar orang tuaku, lampunya masih
menyala yang artinya mereka belum tidur. Tak ada maksud lain, aku hanya ingin bertanya jadi aku dekati pintunya untuk aku ketuk.
Namun saat aku sampai di depan pintu, aku dengar secara samar obrolan mereka.
“kamu ga marah kan mah?”, tanya ayah. Aku yang awalnya mau ketik pintu jadi mengurungkannya dan memilih untuk menguping.
“ga kok. Justru mamah yang nanya, mas marah ga?”
“mas ga tau sih. Tapi ga ada pilihan juga kan”
“apalagi tebakan mas juga benar kalo memang ada yang sengaja buat mas kaya gitu”, lalu diam.
“kalo mas ga marah ya syukur, mamah akan lakukan demi mas juga”
“iya, maksih ya. Tapi mas ga maksa kamu. Makasih juga sebenarnya ga mau”, mendengar percakapan kedua orang tuaku membuatku bingung tentang sebenaranya apa yang terjadi.
“yang penting mas juga harus paham kalo ini dilakukan buat mas juga”
Setelah itu aku dengar ada yang beranjak dari atas ranjang dan beberapa detik kemudian lampu di dalam kamar dimatikan. Kedua orang tuaku tidur. Aku masih berdiri diam di
depan pintu kamar dengan penasaran yang semakin menjadi soal apa maksud obrolan kedua orang tuaku itu.
Paginya. Sama seperti biasnya, kami duduk untuk menyantap sarapan bersama sebelum aku berangkat sekolah. Namun ibu sedang keluar untuk belanja. Dan saat sedang
sarapan, ayah berujar bahwa hari ini ia akan kembali ke tempat orang pintar itu lagi dengan jelas ibu juga akan ikut menemani.
“mau kesana lagi yah? Bukannya kemarin udah ya?”
“Ya udah, tapi emang harus kesana lagi”
“memang kata orang itu gimana? benar-benar ada yang ganggu ayah emang?”, Ayah mengangguk.
“kata Mbah Marno, iya. Emang ada yang ganggu ayah. Katanya iri sama dagangan ayah yang laris”
“mbah Karta? Itu orang pintarnya?”, ayah mengangguk.
“Yang ganggu ayah, ayah kenal?”
“belum tau untuk orangnya. Makanya ayah disuruh kesana lagi buat nyari tau lagi”
Saat aku dan ayah tengah mengobrol, ibu kembali dari belanjanya dengan membawa beberapa kantung plastik.
“Ada kan?”, tanya ayah pada ibu.
“Ada. Cuman kurang kembang putihnya aja”, balasnya ibu membuatku bisa menebak apa itu.
“ya... udah nanti coba cari dijalan aja. Kemarin kayaknya mas liat ada beberapa yang jualan kembang”
“kembang buat apa yah?”
“ada, buat syarat katanya”
“kembang putih? Kayaknya di rumah Bu RT ada deh Bu”, usulku yang teringat.
“Memangnya masih ada? Bukannya udah dibuang ya”,
“masih ada kok. Kemarin aku lihat. Ga bayak sih kayaknya tapi ada yang udah mekar”
“coba kamu nanti ke rumah Bu RT terus tanyain”, ucap ayah.
“Iya nanti coba kesana”
Aku berangkat sekolah dan siangnya pulang. Hari ini aku tak pergi main sama sekali dan ternyata sama seperti kemarin, malamnya ayah dan ibu baru pulang.
Kembali penasaran aku coba tanyakan langsung kali ini dengan ayah bilang bahwa orang yang menggangu ayah sudah ketahuan siapa. Ayah bilang bahwa orang
itu adalah saingan dagangnya, namun mereka tak terlalu kenal hanya sebatas saling tau namanya saja dan hanya bertegur sapa sekilas.
Hanya itu yang ayah ungkapkan. Walau sudah ketahuan siapa orangnya, namun ayah harus tetap kembali ke tempat orang pintar itu yang telah aku
tau namanya sebagai Mbah Marno.
Katanya orang yang tak suka dengan ayah itu memakai orang pintar yang ilmunya cukup kuat sehingga Mbah Marno tak bisa langsung bisa melepaskan
pengaruh itu pada diri ayah.
Hari berganti lagi. Beda dengan sebelumnya, ayah dan ibu baru akan pergi ke tempat Mbah Marno itu tiga hari setelahnya tepatnya hari ini, hari kamis.
Beda juga dengan dua kali kedatangan mereka tiap siang hari, di kedatangan ketiga ini ayah berujar bahwa ia dan ibu baru akan berangkat pada sore hari.
“Kenapa sore yah? Bisanya kan siang?”
“kurang paham juga. Tapi katanya kalo berangkat sore kan sampai sana sudah gelap dan kata mbah Marno kalo malam itu lebih bagus dengan energi lebih pekat”
“terus nanti gimana? Kalo berangkat siang biasanya kan pulang malam.
Kalo berangkat sore, pulangnya?”
“ya ga tau, kan baru kali ini mau berangkat sore. Kalo ga pulangnya malam banget, ya mungkin nginap”
“walau pulangnya larut atau malah nginap tapi awas loh kalo kamu jadi bisa ga ingat waktu mainnya”, ucap ibu.
“Ga kok Bu. Lagian teman-temanku juga ga bisa pulang kemaleman. Masa iya aku keluyuran sendirian”
“yaudah ini uang jajan buat kamu. Buat uang jajan besok”, ayah memberiku uang jajan lebih.
“Tapi kalo nanti malam ayah sama ibu pulang, jadi besok ayah ga usah kasih kamu uang jajan lagi atau kamu minta lagi sama ibu ya”, lanjut ayah.
Akupun pergi sekolah seperti biasanya dan awalnya aku biasa saja sampai pada saat istirahat siang, aku teringat lagi akan rencana ibu dan ayah
yang akan kembali pergi ke rumah Mbah Marno sore ini.
Aku jadi penasaran juga bagaimana orang pintar bekerja secara langsung karena yang aku tau selama ini hanya lewat cerita maupun lewat film saja.
Setelah pulang sekolah, aku dirumah hanya menunggu ibu dan ayah berangkat karena kali ini aku yang penasaran seperti apa itu orang pintar berniat
untuk melihatnya sebentar dengan cara nantinya aku akan mengikuti ibu dan ayah dari belakang secara diam-diam.
Tepat setelah waktu ashar, tepatnya saat jam menunjukkan pukul 16:15 ayah dan ibu aku lihat telah siap-siap. Seperti biasa ibu menggunakan gamisnya
lengkap dengan jilbabnya dan ayah menggunakan pakaian biasa dengan celana panjang.
Keduanya berpamitan padaku dan kembali mengingatkanku untuk kalo main jangan terlalu malam pulangnya.
Ketika motor yang ayah tumpangi dengan ibu membonceng dibelakangnya telah melakukan pergi sekitar satu menit, aku dengan motorku sendiri langsung
bergegas mengikutinya. Aku memang tak tau tempat Mbah Marno itu tapi aku tau kasarnya arah kemana kedua orang tuaku melaju dengan motornya.
Jadi meski ada jeda waktu, dengan cepat dan cukup gampang aku langsung bisa melihat dari kejauhan motor ayah dan ibu. Dari belakang aku ikuti dengan
hati-hati agar ibu maupun ayah tak tau.
Kurang lebih sudah dua puluh menit aku ikuti, motor masih melaju di jalan besar utama sampai beberapa menit selanjutnya tiba-tiba hujan turun dengan
cukup lebat. Tentu saja bukan hanya aku, namun motor ayah juga menepi.
Jarakku dengan ayah menepi tak terlalu jauh hanya saja karena banyak yang menepi jadi aman.
Aku pikir mau berhenti sampai menunggu hujan berhenti atau kecil tapi ternyata tidak. Ternyata ayah mengelurakan jas hujan dari balik bagasi motor.
Has hujan untuknya dan juga ibu. Sedangkan aku hanya diam karena tak ada jas hujan di bagasi.
Setelah mengenakannya, mereka kembali melanjutkan jalan. Sudah biasa hujan-hujanan dan aku juga merasa sayang jika sudah aku ikuti lumayan jauh
tapi harus aku batalkan jadi aku nekat untuk melanjutkan juga acara mengikuti kedua orang tuaku ini.
Dengan cepat bajuku pun langsung basah. Dinginnya cuaca hujan dan angin motor membuatku agak gemetar sedikit tapi tak aku pedulikan sampai akhirnya
motor yang ayah kendarai mulai mengambil belokan keluar dari jalan besar utama. Ini masih jalan utama tapi ukurannya lebih kecil.